Pages

Subscribe:

Translate

Selasa, 02 April 2013

reflection paper (kasus J & J)


Krisis J & J

Jhonson & Jhonson didirikan pada tahun 1886, J & J adalah perusahaan multinasional produsen farmasentika , peralatan medis, dan barang konsumsi yang bermarkas di New Brunswick, New Jersey, Amerika Serikat. Perusahaan ini memiliki 230 anak perusahaan, beroperasi di 57 negara, dan memperkerjakan sekitar 116.200 pekerja. Produk-produknya dijual di lebih 175 negara.
Jhonson & Jhonson, dengan 1994 penjualan lebih dati $15 miliar adalah produsen terbesar produk perawatan kesehatan di dunia. Pada tahun 1886 sebagai produsen pertama dari perban steril, semenjak tahn 1987 telah berkembang hampir dua kali lipat dan sepertiga dari pendapatan produk telah diperkenalkan dalam lima tahun sebelumnya.
Perusahaan ini menjual mulai dari produk shampo sampai pengobatan leukimia dan lensa kontak sekali pakai sampai pada stent yang dimasukan kedalam arteri untuk meningkatan hasil balon angioplasti. Ppada tahun 1995, J & J memiliki sekitar 80.000 pegawaiyang tersebar dalam 160 perusahannya, dengan pasar dilebih 150 negara.
September 1982, tylenol salah satu produk J & J terkontaminasi oleh racun sianida menyebabkan tujuh orang meninggal di Chicago. Kasus meninggalnya konsumen tersebut merupakan suatu tragedi yang menghebohkan dan menjadi sorotan luar biasa oleh media massa dan masyarakat Amerika Serikat. Kemudian diikuti laporan tentang berbagai penyakit dan kematian sebagai akibat mengkonsumsi kapsul Tylenol.
Tylenol adalah obat rasa nyeri yang di produksi oleh McNeil Consumer Product Company yang kemudian menjadi bagian anak perusahaan Johnson & Johnson. Tingkat penjualan Tylenol sangat mengagumkan dengan pangsa pasar 35% di pasar obat analgetika peredam nyeri, atau setara dengan 7% dari total penjualan grup Johnson & Johnson dan kira-kira 15 hingga 20% dari laba perusahaan itu.
Dampak negatif tidak hanya menghantam J&J sehingga berkembang krisis kepercayaan dan hilangnya citra perusahaan tersebut, tapi juga menimbulkan kepanikan luar biasa di masyarakat yang selama ini merasa telah mengkonsumsi tylenol tersebut.. Dan akhirnya perusahaan sejenis lain ikut terimbas dampak negatifnya akibat untuk sementara waktu konsumen tidak mau membeli obat sejenis.
Sianida adalah bahan kimia yang digunakan untuk melakukan test bahan baku di pabrik. Jika dikonsumsi oleh masusia maka akan menyebabakan kematian mendadak. Awalnya temuan ini dibantah oleh perusahaan akibat salah komunikasi namun kesookan harinya diumumkan langsung kepada media massa. Dugaan semntara adalah ada sekolompok orang yang membeli Tylenol dalam jumlah besar kemudian membubuhi sianida kedalamnya lalu menjual kembali Tylenol ke pasar. Perusahaan meyakini bahwa pembubuhan sianida bukan terjadi di pabrik Fort Washington, Pennsylvania, namun perusaahn tidak mau menannggung resiko dan memutuskan untuk menarik kembali peredaran semua 93.000 botol dari batch itu yang dibubuhi racun. Semua kegiatan promosi Tylenol pun dibatalkan.

Tindakan yg diambil :
Ketua Dewan Direksi & CEO Johnson & Johnson, James E Burke, memutuskan untuk mengambil alih masalah krisis Tylenol itu. Pada hari senin, 4 Oktober 1982 Burke berangkat ke Washington untuk menemui FBI & FDA (Badan POMnya Amerika). Ia menyatakan keinginannya untuk menarik pulang semua kapsul Tylenol Extra Strength. Namun kedua lembaga tadi menyarankan untuk tidak melakukan penarikan total karena akan memberi kesan kemenanagan kepada si pelaku betapa ia telah mampu menaklukkan sebuah korporasi raksasa dengan perbuatannya itu. FDA juga kuatir, bahwa penarikan total bakal menyebarkan rasa cemas berkelibahan di masyarakat terhadap unsur keselamatan obat-obatan di Amerika. Namun, ketika keseokan harinya terdapat lagi peristiwa meninggalnya korban Tylenol, dan kali ini racunnya adalah Strychnine, FDA menyetujui rencana Burke untuk menarik semua kapsul Tylenol.
Dalam pelaksanaannya, penarikan tersebut meliputi 32 juta botol kapsul Tylenol dari seluuruh tempat di Amerika. Pelaksanaan penarikan itu juga dilakukan melalui iklan untuk menukar kapsul dengan tablet baru Tylenol. Ribuan surat penawaran dikirimkan kepada para penjual obat dengan pernyataan pernyataan yang sama dikirimkan lewat media massa, karena tylenol merupakan obat bebas yang bisa dibeli tanpa resep dokter. Program Penarikan serta penukaran kapsul dengan tablet pun diprogramkan melalui televisi.
Dari segi biaya, dampak yang dialami oleh Johnson & Johnson sangat besar dalam jangka pendek. Sebelum insiden Tylenol terjadi, harga saham Johnson & Johnson adalah $46.12 yang langsung turun dengan 7% sebelum menjadi stabil pada tingkat $45-an. Johnson & Johnson pun terpaksa  menghapus $50 juta dari laba triwulan ketiganya, yang pada waktu itu merupakan jumlah yang besar. Dari segi keuangan, jumlah tersebut merupaan 26% pengurangan laba perusahaan. Pada triwulan keempat, laba Johnson & Johnson kemabali turun dengan $25 juta lagi. Perubahan kemasan dengan kemasan baru menyerap biaya tambahan sebesar $ 2,4 sen per botol karena lebih canggih dan tidak bisa dibuka paksa (tamper proof).  kapsul Tylenol yang dikemas dalam bentuk khusus dengan tiga lapis pengaman (triple sealed and tamper resistant packaging) yang tidak gampang dirusak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Biaya Kampanye penarikan stok lama termasuk biaya diskon untuk para dealer pun cukup besar, sekitar $40 juta. Keseluruhan biaya extra ini akhirnya menjadi $ 140 juta. Tambahan pula, Johnson & Johnson mengahadapi tiga tuntutan hukum, sehubungan dengan kasus kematian  di Chicago, walaupun akhirnya berhasil memenangkan gugatan karena memang tidak ada kaitan kematian para korban bisa dibuktikan terjadi akibat kelalaian Johnson & Johnson.
Langkah berikut, tindakan kuratif secara terpadu dengan membentuk tim posko untuk menghadapi tragedi kapsul maut tersebut. Humas J&J bekerja sama dengan media massa menjawab secara tertulis ribuan pertanyaan yang setiap hari dilontarkan oleh publiknya. J&J juga membuka saluran telepon hotline. Pada prinsipnya, J&J membuka semua saluran komunikasi dan informasi namun tetap terkendali. Sedangkan upaya mengembalikan keyakinan dan kepercayaan masyarakat pada merek dagang tylenol dilakukan melalui pimpinan tertinggi sebagai juru bicara perusahaan, yaitu James E. Burke yang muncul di berbagai saluran TV dalam berbagai kesempatan untuk menjelaskan secara gamblang dan terbuka mengenai kejadian tersebut. Bahkan pihak J&J mengadakan konferensi untuk 3000 buah stasiun televisi (lokal & nasional) dan mengundang 600 wartawan, mengirimkan 7.500 media kit ke kantor-kantor berita sebelum telekonferensi, melatih jajaran eksekutif perusahaan agar dapat tampil mengesankan dan berkomunikasi yang baik ketika berhadapan dengan wartawan, dan mendistribusikan 80 juta kupon gratis yang dapat ditukarkan dengan produk Tylenol yang baru.  Tindakan selanjutnya adalah mencari sebab-akibat terjadinya kasus tersebut. Pihak teknisi dan produksi bekerja keras melakukan penyelidikan untuk menemukan data atau fakta di tempat perkara kejadian sekaligus mencari jawaban atas kasus Tylenol maut itu pada setiap rangkaian proses produksi di pabrik hingga pengemasannya. Akhirnya ditemukan fakta bahwa pada bulan September 1982 seseorang yang tidak diketahui identitasnya telah mencampurkan racun sianida ke dalam Extra Strenght Tylenol Capsules lewat jalur distribusi atau outletnya, dan akibat lolos dari pengawasan maka secara langsung pil tersebut dikonsumsi oleh para korban.
Keterbukaan pihak J&J mampu merebut kembali sekitar 80% pangsa pasarnya dalam jangka waktu setahun setelah krisis tersebut terjadi. Masyarakat sangat bersimpati terhadap usaha keras J&J dalam mengatasi krisis yang menelan biaya ratusan juta dollar karena J&J lebih mementingkan keselamatan konsumennya dibandingkan kerugian perusahaan.

Pasca krisis :
Keberhasilan strategi Johnson & Johnson terbukti ketika masyarakat Amerika termasuk media massa yang biasanya amat kritis, memuji langkah-langkah yang dimabil Johnson & Johnson itu. Bahkan konsumen mendukung kembalinya Tylenol dengan kemasan baru. Pada awal 1986, Tylenol kembali tampil menjadi pemimpin pasar obat peredam nyeri dengan 35% pangsa pasar obat peredam nyeri senilai $1,5 milyar. Tylenol menjadi merek yang paling besar sumbangannya terhadap laba perusahaan, dengan pendapatan tahunan sebesar $ 525 juta dengan Tylenol menyumbang sepertiga dari jumlah itu. Johnson & Johnson telah berhasil mengemabalikan citra perusahaan maupun penjualan Tylenol sehabis dilanda krisis besar akibat keberpihakaan kepada praktek bisins yang penuh tanggung jawab terhadap keselamatan konsumennya. Pihak J&J tetap berusaha keras membangun kembali keutuhan kredibilitas serta integritas yang tinggi di mata publiknya, walaupun telah dua kali dihantam oleh kasus krisis yang sama. J&J bahkan memenangkan “Silver Anvil Award” dari Public Relations Society of America karena kesigapan perusahaan dalam mengatasi krisis.
            Kasus J & J tersebut termasuk ke dalam jenis Smoldering crisis, digambarkan pada setiap masalah bisnis serius yang tidak biasa terjadi di dalam perusahaan. Jika diketahui publik, krisis ini dapat menimbulkan pemberitaan negatif di media. Selain itu, krisis akan membawa konsekuensi kerugian bagi persuahaan terkait. Krena ditemukan fakta bahwa pada bulan September 1982 seseorang yang tidak diketahui identitasnya telah mencampurkan racun sianida ke dalam Extra Strenght Tylenol Capsules lewat jalur distribusi atau outletnya, dan akibat lolos dari pengawasan. Krisis J & J ini memasuki empat tahap, tahap prodromal ketika ditetemukan racun sianida dalam produk, lalu tahap akut ketika berita terkontaminasinya tylenol sudah menyebar ke massa, tahap kronik ketika J & J berusaha memulihkan kepercayaan kembali dari masyarakat, dan tahap resosulsi yaitu J & J bangkit kembali seperti sedia kala.

Daftar Pustaka

·      Sumber buku :
Nova, Firsan. 2009. Crisis Public Relations: Bagaimana PR Menangani Krisis Perusahaan. Jakarta : Grasindo
Fuad Afdhal, Ahmad. 2004. Tips & Trik Public Relation. Jakarta : Grasindo
C. Collins, dan Jerry I. Porras. 2001. Built to Last : Tradisi Sukses Perusahaan-perusahaan Visioner. Diterjemahkan oleh Hifni Alifahmi dan editor oleh Nurcahyo Mahanani. Jakarta : Erlangga
·      Sumber internet :

http://dinarjamaudin07.wordpress.com/2011/03/31/media-relation-dalammedia-relation-dalam-pr-pr/. Media Relation Dalam PR


0 komentar:

Posting Komentar